Kamis, 22 Desember 2011

Misteri dan Kontroversi Penetapan Natal 25 Desember

Natal adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari. Penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal menyimpan misteri dan kontroversi tersendiri.
Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas. Peringatan Natal baru tercetus antara tahun 325—354 oleh Paus Liberius, yang ditetapkan tanggal 25 Desember, yang sekaligus menjadi momentum penyembahan Dewa Matahari.
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria mengejek orang orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad abad pertama hidup kerohanian anggota anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus. Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
Tetapi di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah dalam rupa manusia. Menurut tulisan tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah merayakan “pesta Epifania” (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari. Tetapi yang dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak Allah – yaitu pada waktu Ia dibaptis di sungai Yordan. Gereja sebagai keseluruhan bukan saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia. Sesuai dengan anggapan ini Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada malam perayaan Epifania semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.
Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10).
Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran Yesus.Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya di padang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-domba tetap tinggal di kandangnya di padang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput.
Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian. Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh, Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.
Ada sejumlah naskah kuno yang mencatat bahwa Yesus ditempatkan di rahim Maria tanggal 25 Desember.Penafsiran Kitab Hagai mengindikasikan tanggal itu merupakan tanggal datangnya Yesus ke dalam rahim Maria, yaitu Hagai 2:18-20:
Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya–mulai dari hari yang kedua puluh empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat!
Tanggal 24 bulan ke-9 (Kislev) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember dalam kalender Gregorian.
Meskipun kapan Hari Natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen pada umumnya sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender Gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, yang bukan mementingkan ketepatan tanggalnya namun esensi atau inti dari setiap peringatan tersebut untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.
Kelahiran Yesus Menurut Injil
Menurut Injil Lukas 2: 1-8, Yesus lahir pada masa kekuasaan Kaisar Agustus yang saat itu sedang melaksanakan sensus penduduk (7M = 579 Romawi). Yusuf tunangan Maria ibu Yesus berasal dari Bethlehem, maka mereka bertiga ke sana, dan lahirlah Yesus Bethlehem, anak sulung Maria. Maria membungkusnya dengan kain lampin dan membaringkannya dalam palungan (tempat makanan sapi, domba yang terbuat dari kayu). Peristiwa itu terjadi pada malam hari di mana gembala sedang menjaga kawanan ternak mereka di padang rumput.
Adapun menurut Injil Matius 2: 1, 10, 1, Yesus lahir dalam masa pemerintahan Raja Herodus yang disebut Herodus Agung yang memerintah tahun 37 SM—4 M (749 Romawi), ditandai dengan bintang-bintang yang terlihat oleh orang-orang Majusi dari Timur.     Cukup jelas pertentangan antara kedua Injil tersebut dalam menjelaskan kelahiran Yesus. Namun begitu, keduanya menolak kelahiran Yesus tanggal 25 Desember.
Penggambaran kelahiran yang ditandai dengan bintang-bintang di langit dan gembala yang sedang menjaga kawanan domba yang dilepas bebas di padang rumput beratapkan langit dengan bintang-bintangnya yang gemerlapan, menunjukkan kondisi musim panas sehingga gembala berdiam di padang rumput dengan domba-domba mereka pada malam hari untuk menghindari sengatan matahari. Sangat tidak mungkin ini terjadi pada bulan Desember, sebab jelas 25 Desember adalah musim dingin. Sedangkan suhu udara di kawasan Palestina pada bulan Desember itu sangat rendah sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil.
Kelahiran Nabi Isa Alaihissalam Menurut Al Qur’an
Menurut Al Qur’an surah Maryam: 23-25, Nabi Isa dilahirkan pada musim panas, di saat pohon-pohon kurma berbuah dengan lebatnya. Sarjana Kristen DR. Arthus S. Peak, dalam Commentary on the Bible, “Yesus lahir dalam bulan Elul (nama bulan Yahudi), bersamaan dengan bulan Agustus-Sepember.” Sementara itu, Uskup Barns dalam Rise of Christianity berpendapat sebagai berikut, “Kepercayaan bahwa 25 Desember adalah hari lahir Yesus yang pasti, tidak ada buktinya. Kalau kita percaya cerita Lukas tentang hari lahir itu, di mana gembala-gembala waktu malam menjaga di padang dekat Bethlehem, maka hari lahir Yesus tentu tidak di musim dingin di saat suhu di negeri pegunungan Yudea amat rendah sekali, sehingga salju merupakan hal yang tidak mustahil. Setelah terjadi banyak perbantahan, tampaknya hari lahir tersebut diterima penetapannya kira-kira tahun 300 Masehi.”
Beberpa pendapat mempercayai Yesus dilahirkan pada tahun I M, karena penanggalan Masehi yang dirancang oleh Dionysius justru dibuat dan disesuaikan dengan tahun kelahiran Yesus. Namun Injil Lukas 2: 1 menyatakan bahwa Yesus lahir dalam masa pemerintahan Kaisar Agustus, jadi antara tahun 27 SM—14 M. Sedangkan Matius 2: 1 menyatakan bahwa Yesus lahir dalam masa pemerintahan Raja Herodes Agung, tahun 37 SM—4 M.
Menurut Rev. Dr. Charles Franciss Petter, M.A., B.D., S.T.M. yang berjudul The Lost Years of Jesus Revealed, hal. 119, “Pada abad ke-19 setelah terbukti dan akhirnya diakui bahwa Herodes telah mati 4 tahun sebelum Masehi dan setelah ditetapkan, bahwa menurut cerita Matius (2: 16) Raja Herodes memerintahkan pembunuhan anak-anak  umur di bawah 2 tahun untuk membinasakan Yesus yang masih bayi yang katanya bakal jadi raja orang-orang Yahudi, maka jelaslah tanggal lahir Yesus harus digeser ke belakang, paling sedikit 4 tahun sebelum Masehi. Masa kini, para sarjana lebih condong menggeserkan tanggal lahir Yesus 5 sampai 6 tahun ke belakang tahun Masehi. Kesulitan menentukan tanggal kelahiran Yesus, kehidupannya, dan kematiannya, terpaksa dimunculkan kembali karena adanya keterangan-keterangan yang banyak terdapat dalam gulungan-gulungan Essene (yang terdapat di gua Qamran).  Bahkan soal-soal yang berhubungan dengan ketuhanannya juga harus dimunculkan kembali.”
Asal-usul Perayaan Natal 25 Desember
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus untuk dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens dari Aleksandria mengejek orang orang yang berusaha menghitung dan menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad abad pertama hidup kerohanian anggota anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan Yesus. Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya – terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir: orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
Tetapi di sebelah Timur orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah dalam rupa manusia. Menurut tulisan tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir telah merayakan “pesta Epifania” (pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari. Tetapi yang dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus sebagai Anak Allah – yaitu pada waktu Ia dibaptis di sungai Yordan. Gereja sebagai keseluruhan bukan saja menganggap baptisan Yesus sebagai Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia. Sesuai dengan anggapan ini Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam (menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia. Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga jaga?” Pada malam perayaan Epifania semua gedung gereja dihiasi dengan karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.
Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria (Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada 19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5 atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25 Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10).
Yusuf, Maria, dan bayi Yesus Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran Yesus. Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8). Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga domba-dombanya di padang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin, domba-domba tetap tinggal di kandangnya di padang rumput dan tetap dijaga oleh gembala, dan meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah disebut padang rumput.
Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian. Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur, karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25 Desember.
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan tradisi Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh, Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.
Ada sejumlah naskah kuno yang mencatat bahwa Yesus ditempatkan di rahim Maria tanggal 25 Desember. Penafsiran Kitab Hagai mengindikasikan tanggal itu merupakan tanggal datangnya Yesus ke dalam rahim Maria, yaitu Hagai 2:18-20:
“Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya–mulai dari hari yang kedua puluh empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat!” Tanggal 24 bulan ke-9 (Kislev) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember dalam kalender Gregorian.
Meskipun kapan Hari Natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen pada umumnya sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender Gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, yang bukan mementingkan ketepatan tanggalnya namun esensi atau inti dari setiap peringatan tersebut untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.
Tahun kalender Masehi diciptakan pada abad ke-6 oleh seorang biarawan yang bernama Dionysius Exignus. Tahun Masehi yang kita gunakan sekarang ini disebut juga anno Domini (Tahun Tuhan).
Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa Tuhan Yesus dilahirkan pada tahun 1 SM? Ia mengambil data dari catatan sejarah yang menyatakan bahwa pada tahun 754 kalender Romawi itu adalah tahun ke 15 dari pemerintahan Kaisar Tiberius seperti yang tercantum di Lukas 3:1-2. Data inilah yang dijadikan patokan olehnya untuk mengawali tahun 1 SM.
Di samping itu ia juga mengambil data dari Lukas 2:1-2 yang menyatakan bahwa Kirenius (Gubenur dari Siria) pertama kali menjalankan program sensus.
Walaupun demikian masih juga orang yang meragukannya, sebab menurut sejarahwan Yahudi yang bernama Flavius Yosefus, raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 SM sehingga konsekuensinya tanggal lahir Yesus harus dimundurkan sebanyak empat tahun. Tapi teori ini pun tidak benar, sebab ia menganalisa tahun tersebut berdasaran adanya gerhana bulan pada tahun saat Herodes meninggal dunia yang terjadi di Yerusalem pada tanggal 13 Maret tahun 4 SM.
Perayaan Natal baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan peringatan ini pun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala. Di mana kita ketahui bahwa abad ke-1 sampai abad ke-4 M, dunia masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.
Ketika Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katolik, mereka tidak mampu meninggalkan adat/budaya pagannya, apalagi terhadap pesta rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun = matahari; day = hari), yaitu hari kelahiran Dewa Matahari, tanggal 25 Desember.
Maka supaya agama Katolik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi, diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya/penyembahan berhala), dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan = Yesus).
Maka pada konsili tahun 325, konstanin memutuskan dan menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus. Juga diputuskan: Pertama; Hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari Sabat yang menurut hitungan jatuh pada hari Sabtu. Kedua; Lambang Dewa Matahari, yaitu sinar yang bersilang, dijadikan lambang Kristen. Ketiga; Membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.     Sesudah Kaisar Konstantin memeluk agama Katolik pada abad ke-4 M, maka rakyat pun beramai-ramai ikut memeluk agama Katolik. Inilah prestasi gemilang hasil proses sinkretisme Kristen oleh Kaisar Konstantin dengan agama paganisme politheisme nenek moyang.     Demikian asal-usul Christmas atau Natal yang dilestarikan oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia sampai sekarang.
H.W. Armstrong  dalam bukunya The Plain Truth about Christmas, Worldwide Church of God, California USA, 1994, menjelaskan, “Nimrod cucu Ham, anak Nabi Nuh adalah pendiri sistem kehidupan masyarakat Babilonia kuno. Nama Nimrod dalam bahasa Hebrew (Ibrani) berasal dari kata “marad” yang artinya: “Dia membangkang atau murtad, antara lain disebabkan oleh keberaniannya mengawini ibu kandungnya sendiri bernama“Semiramis”.     Namun usia Nimrod tidak sepanjang usia ibu sekaligus istrinya. Maka setelah Nimrod meninggal, Semiramis menyebarkan ajaran, bahwa roh Nimrod tetap hidup selamanya walaupun jasadnya telah mati. Maka dibuatlah olehnya perumpamaan pohon “Evergreen” yang tumbuh dari sebatang kayu mati.     Maka untuk memperingati kelahirannya,  dinyatakanlah bahwa Nimrod selalu hadir di Evergreen dan meninggalkan bingkisan yang digantungkan di ranting-ranting pohon itu. Sedangkan kelahiran Nimrod dinyatakan tanggal 25 Desember. Inilah asal-usul pohon Natal.     Lebih lanjut, Semiramis dianggap sebagai “Ratu Langit” oleh rakyat Babilonia, kemudian Nimrod dipuja sebagai “Anak Suci dari Surga”.     Putaran jaman menyatakan bahwa penyembah berhala versi  Babilonia ini berubah menjadi “Mesia palsu”  berupa dewa “Ba-al” anak Dewa Matahari dengan obyek penyembahan “Ibu dan Anak” (Semiramis dan Nimrod ) yang lahir kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar